Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Negara, Garis, dan Titik

Negara, Garis, dan Titik

Written By Iji Jaelani on Sabtu, 28 Juni 2014 | 17.58

Negara, Garis, dan Titik di Antara Benang Kusut



negara pancasila, filsafat politik, pengantar filsafat, filsafat matematika,
Negara, Garis, dan Titik
Menyoal ketiga hal itu merupakan hal yang mungkin bisa dibilang tidak perlu bahkan sia-sia kaena tidak ada titik temu di antara ketiganya. Mungkin juga iya, ketika premis awal merupakan kaukus politik, sedangkan yang kedua dan yang terakhir merupakan domain maatematika. Bagaimana mungkin persoalan politik yang sangat relatif berhubungan dengan matematika yang serba pasti.

Hal ini sempat mengganggu pikiran, bagaimana mungkin seoang yang buta bisa menjadi membaca tulisan (sebelum munculnya herioglif), seorang yang lemah otak bisa menciptakan lampu pijar, bahkan seorang yang cacat bias memimpin negara? Sama halnya dengan pertanyaan bagaimana mungkin matematika bisa meramal masa depan, survei bisa memprediksi kemenangan politik (meskipun itu semu),  dan arah angin bisa menentukan hujan?

Atau mungkin  dengan logika yang lain: dunia ini terlalu kompleks untuk dipikikan, stress menghadapi pesoalan, atau bisa jadi bunuh iri menghadapi ketakutan masa depan (paahal itu belum tentu terjadi), seolah hdiup ini sangat umit, tidak ada titik temu sama sekali.

Sederhananya, bagaimana mungkin di satu sisi ada seorang yang dengan keterbatasan mampu menghadapi persoalan serius seperti negara, tapi di sisi lain terdapat anak manusia yang hidup serba kecukupan gagap menghadapi kenyataan: depresi, syok, frustasi, putus asa, dan mati  rasa..
Kenyataan yang serba kompleks dan penuh teka-teki, jika diamati, merupakan rangkaian simpul-simpul kehidupan yang bisa diramu dan iajut. Permasalahannya, polanya bagaimana, bahannya apa, tjuannya apa?

Sempat terpikir, jika memang kenyataan ini adalah angkaian ruang dan waktu yang dimiliki semua manusia, lantas kenapa tiak semua mampu menghadapi keduanya secara jeli dan pasti.  Tidakkah semuanya berawal dari satu inti yang sama, dan tiakkah semuanya memiliki uang dan waktu yang sama?

Jika semua memiliki asal, tidakkah itu titik. Dan jika semua memiliki jembatan, tidakkah itu garis. Jika memang matematika adalah ibu pengetahuan, tidakkah kalkulasi kepastian titik dan garis ini mampu menjadi pola? Pola kalkulasi keuntungan ekonomi, pola strategi politik, pola hidup yang sehat, pola manajemen social, dan pola-pola lain. Jika garis merupakan akumulasi dari bebagai titik yang saling betemu, mustahilkah ia mampu menciptakan garis-garis baru? Garis perjuangan, garis hidup, garis keturunan. Jika titik ini mampu konsisten dengan hakikatnya sebagai sebuah nilai terdasar, tidakkah ia mampu menciptakan lukisan indah, metode ketahanan pangan, titik pijakan berbudaya.

Maka pertanyaannya, tidakkan titik, garis, dan negara ini merupakan kesalinghubungan dengan polanya sendiri? Kompleksitas yang terjadi dalam sebuah negara merupakan akumlasi dari garis politik, garis ekonomi, garis budaya, garis sosial, dan gais-gairis sub sistem lainnya. Tidakkah itu merupakan kombinasi yang menakjubkan??

Dari hal ini, dapat ditarik satu aras yang sama tentang pengelolaan ngara. Pada dasarnya Negara bukanlah sesuatu hal yang jahat, begitu pula dengan politik, perang, dan konflik. Ia meupakan titik nilai fitrah yang bejalan melawan setiap petentangan garis yang dihadapi. Salah dalam memola titik nilai pejuangan, salah dalam menjaga konsistensi perdamaian, salah urus dalam mengelola administasi, salah membuat gais lurus dan zig-zag, maka ia akan runyam, kaku, putus-putus, buntu, bahkan sesat.

Jika ditarik sejauh mungkin, kemanakah titik dan garis ini akan berujung? Jika langit merupakan deretan dari ruang kosong yang diisi oleh titik, imanakah ujung langit? Jika perjuangan ini merupakan nilai yang konsisten, dimanakah ujungnya? Jika dunia dan jagat raya ini merupakan rajutan dari berbagai garis dan titik, dimanakah akhirnya? pada posisi inilah garis terakhir adalah tak hingga, dan garis awal adalah titik yang intinya juga tak hingga kecilnya. Posisi titik, garis, tak hingga merupakan misteri matematika yang menjadi pola kepastian hidup manusia yang terbatas dalam menjalankan nilai ketidakterbatasan Tuhan.

Posisi Negara dalam hal ini hanyalah bagian dari pola titik-garis yang dilalui sebagai sebuah keharusan sejarah. Begitu pula dengan dinamika politik yang kental menjelang pilpes 9 Juli mendatang, hanyalah merupakan satu aras yang berasal dari satu pola manajmen menuju kesejahteraan rakyat. Kegagalan menghadapi momentum politik mungkin saja tidak menentukan hidup seseorang, tapi ia akan menjadi tarikan garis dalam menghaapi Indonesia 5 tahun ke depan. Semoga tidak salah titik, tidak salah garis, tiak salah dalam membangun pola bebangsa dan bernegaa yang menjamin kesjahteraan rakyat sebagai bagian dari nilai-nilai ketuhanan yang tak hingga.  Semoga..

0 komentar:

Posting Komentar